Tim Kesehatan
Bakti Sosial penangulangan Bencana Banjir Rumah Sakit Pengayoman Kementerian Hukum dan HAM RI.
Fasilitas Rumah sakit Pengayoman
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
Foto-Foto kegiatan peresmian layanan dan bakti sosial
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
01.13
Unknown
RAPAT KOORDINASI PROGRAM REHABILITASI
MEDIK DAN SOSIAL NARAPIDANA KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA RUMAH SAKIT PENGAYOMAN
CIPINANG
(JUMAT 10/06/2016)
Dalam bulan suci Ramadhan jajaran Rumah Sakit Pengayoman terus
meningkatkan pelayanan salah satunya adanya program / proyek perubahan yang
dicetuskan oleh Pimpinan Rumah Sakit Pengayoman dr.Danial Rasyid,MPH ,dimana
terobosan itu melibatkan berbagai unsur instansi terkait diantaranya yang
diundang dalam rapat koordinasi program rehabilitasi tersebut antara lain Bpk Direktur
Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan ,Kepala
Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI,BNNP,BNN
kota madya Jakarta Timur,Suku Dinas kesehatan Jakarta Timur dan seluruh
kordinator pelayanan kesehatan Rumah Sakit Pengayoman Cipinang.Kegiatan rapat
koordinasi ini merupakan untuk kedua kalinya diadakan dimana sebelumnya sudah
dilaksanakan rapat pendahuluan yang disepakati pembuatan perjanjian kerjasama Program
Rehabilitasi Medik dan Sosial narapidana
korban penyalahgunaan napza.
Dalam
pelaksanaan nantinya Proyek perubahan ini akan menggandeng beberapa Lapas dan
Rutan sebagai fileproject,yang tujuannya memberikan pelayanan rehabilitasi bagi
Warga Binaan sebagai salah satu persaratan untuk mendapatkan program PB,CB dan
CMB.Dalam rapat tersebut, banyak hal
yang disampaikan oleh tamu undangan diantaranya yang disampaikan oleh Bpk Direktur
Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi terkait pentingnya memperhatikan koordinasi
dan kerjasama dalam penerapkan regulasi yang ada,karena ini melibatkan banyak
stikholder dan dibutuhkan komitmen agar pelaksaan kegiatan ini dapat menjadi
langkah awal untuk peningkatan program Rehabilitasi diluar Lapas dan Rutan.
Pada kesempatan yang sama Bpk kepala Divisi Pemasyarakatan menghimbau
agar program ini dapat segera terealisasi dan secepatnya dilaporkan perkembangannya
kepada Kepala Kantor Wilayah.
18.53
Unknown
Pasal
8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tatacara
Penggunaan PNBP yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu, mengatur bahwa
dana yang bersumber dari PNBP pada prinsipnya dapat digunakan untuk
membiayai kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan yang
menghasilkan PNBP itu sendiri.
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kepastian alokasi pembiayaan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP. Dana PNBP yang dapat dialokasikan adalah dana dari jenis PNBP yang berkaitan dengan kegiatan tertentu tersebut. Dana dimaksud hanya dapat digunakan oleh instansi atau unit yang menghasilkan PNBP yang bersangkutan.
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kepastian alokasi pembiayaan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP. Dana PNBP yang dapat dialokasikan adalah dana dari jenis PNBP yang berkaitan dengan kegiatan tertentu tersebut. Dana dimaksud hanya dapat digunakan oleh instansi atau unit yang menghasilkan PNBP yang bersangkutan.
Penggunaan
PNBP tersebut dilakukan secara selektif dan tetap harus memenuhi
terlebih dahulu ketentuan bahwa seluruh PNBP wajib disetor langsung
secepatnya ke Kas Negara dan dikelola dalam sistem APBN. Namun, yang
perlu diingat bahwa Kementerian/Lembaga baru dapat menggunakan dana PNBP
tersebut setelah mendapat persetujuan penggunaan sebagian dana PNBP
dari Menteri Keuangan.
Oleh
karena itu, sebelum dapat menggunakan sebagian dana PNBP tersebut,
alangkah baiknya kita pahami terlebih dahulu tata cara yang harus
dilakukan agar dapat memperoleh persetujuan penggunaan sebagian dana
PNBP dari Menteri Keuangan. Sebagaimana penyusunan RPP tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis PNBP, tata cara pengajuan permohonan sampai dengan
penetapan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) tentang Persetujuan
Penggunaan Sebagian Dana PNBP telah diatur dalam Standard Operating
Procedure (SOP) Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran.
Berdasarkan SOP dimaksud, tata cara pengajuan dan penetapan KMK dimaksud
adalah sebagai berikut:
1.
Pimpinan Kementerian/Lembaga menyampaikan usulan penggunaan sebagian
dana PNBP kepada Menteri Keuangan dengan dilengkapi proposal sesuai
outline yang antara lain berisi:
a. Latar belakang;
b. Tujuan penggunaan dana PNBP;
c. Tugas dan fungsi;
d. Rincian Anggaran Biaya (RAB);
e. Kesesuaian RAB dengan tugas dan fungsi;
f. Target dan realisasi PNBP (apabila ada);
g. Perkiraan Penerimaan 3 Tahun yang akan datang;
h. Output & Outcome
b. Tujuan penggunaan dana PNBP;
c. Tugas dan fungsi;
d. Rincian Anggaran Biaya (RAB);
e. Kesesuaian RAB dengan tugas dan fungsi;
f. Target dan realisasi PNBP (apabila ada);
g. Perkiraan Penerimaan 3 Tahun yang akan datang;
h. Output & Outcome
2.
Selanjutnya usulan penggunaan dana PNBP tersebut dibahas bersama oleh
wakil dari Kementerian Keuangan (dikoordinasikan oleh Direktorat PNBP,
Direktorat Jenderal Anggaran) dan Kementerian/Lembaga yang bersangkutan
untuk mendapatkan justifikasi atas usulan penggunaan beserta kegiatan
yang diusulkan untuk dibiayai dari dana PNBP.
3.
Berdasarkan hasil pembahasan, Direktorat Jenderal Anggaran c.q.
Direktorat PNBP melakukan analisis kelayakan atas usulan penggunaan
PNBP. Analisis dilakukan untuk memastikan kegiatan yang diusulkan untuk
dibiayai merupakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang
bersangkutan, tidak adanya duplikasi pembiayaan serta berkaitan langsung
dengan pelayanan yang menghasilkan PNBP. Selain itu, analisis juga
dilakukan untuk menilai kelayakan besaran satuan dan volume yang
digunakan agar sesuai dengan standar biaya yang berlaku.
4.
Selanjutnya, Direktur Jenderal Anggaran mengusulkan kegiatan yang akan
dibiayai beserta besaran dana (persentase) hasil analisis tersebut
kepada Menteri Keuangan.
5.
Menteri Keuangan menetapkan KMK tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian
Dana PNBP yang Berlaku pada Kementerian/Lembaga yang memuat unit yang
mendapatkan ijin beserta sumber PNBP, besaran persentase PNBP yang dapat
digunakan serta kegiatan yang dapat dibiayai dari PNBP pada
Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
6.
Pimpinan Kementerian/Lembaga menerima KMK tentang Persetujuan
Penggunaan Sebagian Dana PNBP yang Berlaku pada Kementerian/Lembaga dan
selanjutnya unit yang bersangkutan dapat menggunakan sebagian dana PNBP
setelah PNBP disetorkan ke Kas Negara dan telah tercantum dalam dokumen
anggarannya.
(Sumber: Disarikan dari “Buku I: Pengelolaan PNBP Pada Kementerian/Lembaga”, Kementerian Keuangan 2010)
23.41
Unknown
Layanan HIV AIDS di RS
Pengayoman Cipinang baru ada bersamaan
dengan mulai operasionalnya rumah sakit ini yakni pada awal januari 2013. Layanan HIV AIDS RS pengayoman awalnya terdiri dari layanan
perawatan , dukungan dan pengobatan ( PDP ) untuk pasien-pasien HIV AIDS. Hampir semua pasien ODHA ( Orang dengan HIV
AIDS ) yang mengakses layanan PDP tersebut adalah narapidana / tahanan yang ada
di wilayah DKI Jakarta Kementerian Hukum
dan HAM RI . Layanan PDP merupakan layanan
untuk ODHA yang membutuhkan perawatan
dan pengobatan seperti untuk tatalaksana penyakit penyerta HIV AIDS
pada pasien tersebut. Sebagian besar
pasien yang dirujuk ke RS Pengayoman
merupakan pasien HIV dengan stadium lanjut ( stadium 3 dan 4 ( AIDS ). Sampai juli 2014 sebanyak 374 pasien ODHA
yang sudah mendapatkan perawatan di RS Pengayoman.
Disamping layanan PDP, RS Pengayoman juga memiliki layanan konseling
dan testing HIV, layanan ini dapat di akses oleh warga binaan yang sedang dalam
perawatan RS dan masyarakat umum. Layanan ini
dibantu oleh 2 orang dokter umum dan 1 orang psikolog terlatih. Adapun
metode testing HIV yang ada di RS Pengayoman adalah pemeriksaan rapid test yang
menggunakan serial ( 3 kali pemeriksaan ) . Dimana pasien dapat mengakses
layanan ini secara gratis. Dan sampai saat ini kami sudah memberikan layanan
sebanyak 109 pasien yang sebagian besar adalah wargabinaan.
Layanan berRS Penikutnya adalah layanan ART ( Anti Retro
Viral ) , merupakan layanan yang baru mengajukan proses aktifasi ke
Subdit AIDS Kemenkes pada bulan juni 2013 , sebagai RS rujukan ART . Dan dengan
bantuan dr Hendra Wijaya sebagai tenaga ahli tim HIV RS Pengayoman dan
dukungan dari berbagai pihak seperti Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, Dinas
Kesehatan Provinsi DKI serta Kementerian Kesehatan maka pada tanggal 21 Agustus 2013, RS Pengayoman sudah
aktif memiliki Layanan ART .
Layanan ART di RS Pengayoman terus menerus mengembangkan
diri sehingga semenjak Januari 2014
sudah menjadi Rumah Sakit Pengampu ARV (
Anti Retro Viral ) bagi 5 Unit Pelaksana Teknis Lapas dan Rutan yakni Lapas
Cipinang, Rutan Cipinang, Lapas Narkotika , Rutan Salemba dan terakhir bergabung adalah Rutan Pondok Bambu.
Sehingga sampai bulan Juli 2014 sudah ada sekitar 181 pasien tahanan /
narapidana yang mengakses ARV ke Pengayoman, 10 diantaranya sudah bebas dan
masih mengakses ARV nya ke RS Pengayoman.
Harapannya kedepan Layanan ART yang ada di RS Pengayoman
lebih berkembang lagi, sehingga semakin bertambahnya jumlah narapidana/tahanan
serta masyarakat umum yang dapat mengakses layanan tersebut. Dan hal ini merupakan wujud kontribusi RS
Pengayoman dalam melakukan pencegahan dan penularan HIV AIDS khususnya di
lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI .
Ketua Tim HIV RS
Pengayoman
19.19
Unknown
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014: Aparatur Sipil Negara. Naskah Akademik RUU
Inilah Pokok-Pokok Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (1)
Oleh : DESK INFORMASI
Setelah disetujui oleh DPR-RI pada Rapat Paripurna, 19
Desember 2013, Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) pada
15 Januari 2014 telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara.
Berikut Pokok-Pokok dari UU No. 5/2014 tentang ASN:
I. Jenis, Status, dan Kedudukan
Pegawai ASN terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil
(PNS); dan b. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PNS
sebagaimana dimaksud merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan memiliki nomor induk pegawai secara
nasional. Adapun PPPK merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai
dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai dengan
kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ASN.
“Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur
negara, yang melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi
Pemerintah, harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik,”
bunyi Pasal 8 dan Pasal 9 Ayat (1,2) Undang-Undang ini.
II. Jabatan ASN
Jabatan ASN terdiri atas: a. Jabatan Administrasi; b.
Jabatan Fungsional; dan c. Jabatan Pimpinan Tinggi.
Jabatan
Administrasi sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. Jabatan administrator; b.
Jabatan pengawas; dan c. Jabatan pelaksana.
Pejabat dalam jabatan administrator menurut UU ini,
bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta
administrasi pemerintahan dan pembangunan. Adapun pejabat dalam jabatan
pengawas bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
oleh pejabat pelaksana; sementara pejabat dalam jabatan pelaksana melaksanakan
kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.
“Setiap jabatan sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai
dengan kompetensi yang dibutuhkan,” bunyi Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
ini.
Sedangkan Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas
jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional ketrampilan. Untuk jabatan
fungsional keahlian terdiri atas: a. Ahli utama; b. Ahli madya; c. Ahli muda;
dan d. Ahli pertama. Sementara jabatan fungsional ketrampilan terdiri atas: a.
Penyelia; b. Mahir; c. Terampil; dan d. Pemula.
Untuk jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas: a. Jabatan
pimpinan tinggi utama; b. Jabatan pimpinan tinggi madya; dan c. Jabatan
pimpinan tinggi pratama.
Jabatan Pimpinan Tinggi berfungsi memimpin dan memotivasi
setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui: a. Kepeloporan dalam
bidang keahlian profesional; analisis dan rekomendasi kebijakan; dan
kepemimpinan manajemen; b. Pengembangan kerjasama dengan instansi lain; dan c.
Keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN, dan melaksanakan kode etik dan
kode perilaku ASN.
“Untuk setiap jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan
syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam
jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan,” bunyi
Pasal 19 Ayat (3) UU ini sembari menambahkan, ketentuan lebih lanjut mengenai
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan
integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Menurut UU ini, jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN.
Adapun jabatan ASN tertentu dapat diisi dari: a. Prajurit TNI; dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
III. Hak dan Kewajiban
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini menegaskan, PNS
berhak memperoleh: a. Gaji, tunjangan, dan fasilitas; b. Cuti; c. Jaminan
pensiun dan jaminan hari tua; d. Perlindungan; dan e. Pengembangan kompetensi.
Adapun PPPK berhak memperoleh: a. Gaji dan tunjangan; b. Cuti; c. Perlindungan;
dan d. Pengembangan kompetensi.
Sedangkan kewajiban ASN: a. Setia dan taat kepada
Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah; b. Menjaga persatuan
dan kesatuan bangsa; c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat
pemerintah yang berwenang; d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran,
dan tanggung jawab; f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,
perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar
kedinasan; g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia
jabatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan h. Bersedia ditempatkan
di seluruh wilayah NKRI.
III. Kelembagaan
Presiden
selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam kebijakan,
pembinaan profesi, dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk
menyelenggaraan kekuasaan dimaksud, Presiden mendelegasikan kepada:
a.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrrasi
(PAN-RB) berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan,
koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan
kebijakan ASN;
b. Komisi Aparatur Sipil Negara
(KASN) berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan dan Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta
pengawasan terhadap penerapan asas kode etik dan kode perilaku ASN;
c.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) berkaitan dengan kewenangan
penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN; dan
d.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) berkaitan dengan kewenangan
penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.
“Menteri PAN-RB berwenang menetapkan kebijakan di bidang pendayagunaan Pegawai ASN,” bunyi Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.
Undang-Undang
ini menyebutkan, kebijakan dimaksud termasuk di antaranya kebutuhan
Pegawai ASN secara nasional, skala penggajian, tunjangan Pegawai ASN,
sistem pensiun PNS, pemindahan PNS antarjabatan, antardaerah, dan antar
instansi.
KASN
Menurut
genai pasal 27 UU No. 5/2014 ini, KASN merupakan lembaga ninstrukturan
yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai
ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara asil
dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.
“KASN berkedudukan di ibu kota negara,” bunyi Pasal 29 UU ini.
Adapun
tugas KASN adalah: a. Menjaga netralitas Pegawai ASN; b. Melakukan
pengawasan atas pembinaan profesi ASN; dan c. Melaporkan pengawasan
evaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN kepada Presiden.
Dalam
melaksanakan tugasnya, KASN dapat melakukan penelusuran data dan
informasi terhadap Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada
Instansi Pemerintah; melakukan pen gawasan terhadap pelaksanaan fungsi
Pegawai ASN sebagai pemersatu bangsa; menerima laporan pelanggaran norma
dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; melakukan
penelusuran data dan informasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan
pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN;
dan melakukan upaya pencegahan pelanggaran norma dasar serta kode etik
dan kode perilaku Pegawai ASN.
KASN berwenang:
a. Mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
mulai dari pembentukan panitia seleksi, pengumuman lowongan, pelaksanaan
seleksi, pengumuman nama calon, penetapan, dan pelantikan Pejabat
Pimpinan Tinggi; b. Mengawasi dan mengevaluasai penerapan asas, nilai
dasar kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; c. Meminta informasi dari
pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar
serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; c. Memeriksa dokumen
terkait pelanggaran Pegawai ASN; dane. Meminta klarifikasi dan/atau
dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan
laporanatas pelanggaraan Pegawai ASN.
“KASN
berwenang untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode
perilaku Pegawai ASN untuk disampaikan kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang untuk wajib ditindaklanjuti,”
bunyi Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.
Terhadap
hasil pengawasan yang tidak ditindaklanjuti, KASN merekomendasikan
kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi terhadap Pejabat Pembina
Kepegawaian dan Pejabat yang berwenang yang melanggar prinsip Sistem
Merit dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Susunan dan Seleksi KASN
Menurut
Pasal 35 UU ini, KASN terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap
anggota, 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota, dan 5 (lima)
anggota.
“KASN dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dibantu oleh asisten dan Pejabat Fungsional keahlian yang
dibutuhkan,” bunyi Pasal 36 Ayat (1) UU No. 5/2014 ini. Sementara pada
Pasal 37 disebutkan, KASN dibantu oleh Sekretariat yang dipimpin oleh
seorang kepala sekretariat, yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil
(PNS).
Anggota KASN terdiri dari unsur
pemerintah dan/atau non pemerintah, berusia paling rendah 50 tahun pada
saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota KASN; tidak sedang menjadi
anggota partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan politik,
mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas; memiliki
kemampuan, pengalaman, dan/atau pengetahuan di bidang manajemen sumber
daya manusia; berpendidikan paling rendah strata dua (S2) di bidang
administrasi negara, manajemen sumber daya manusia, kebijakan publik,
ilmu hukum, ilmu pemerintahan, dan/atau S2 di bidang lain yang memiliki
pengalaman di bidang manajemen Sumber Daya Manusia.
Anggota
KASN diseleksi dan diusulkan oleh tim seleksi yang beranggotakan 5
(lima) orang yang dibentuk oleh Menteri PAN-RB. Tim seleksi dipimpin
oleh Menteri dan melakukan tugas selama 3 (tiga) bulan sejak
pengangkatan.
“Presiden menetapkan ketua, wakil
ketua, dan anggota KASN dari anggota KASN terpilih yang diusulkan oleh
tim seleksi,” bunyi Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
ini, sementara di Pasal 40 Ayat (2) disebutkan, Ketua, Wakil Ketua, dan
anggota KASN ditetapkan dan diangkat oleh Presiden untuk masa jabatan 5
(lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
IV. Manajemen ASN
Manajemen
ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit, yang berdasarkan pada
kualifkasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa
membedakan latar belakang poltik, ras, warna kulit, agama, asal-usul,
jenis kelamin, status pernikahan, umum, atau kondisi kecacatan.
Manajemen ASN ini meliputi Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
itu, Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pembinaan Manajemen ASN
kepada Pejabat yang Berwenang di kementerian, sekretariat
jendral/sekretariat lembaga negara, sekretariat lembaga nonstruktural,
sekretaris daerah/provinsi dan kabupaten/kota.
Pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud memberikan rekomendasi usulan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansi masing-masing.
“Pejabat yang Berwenang mengusulkan pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing,” bunyi Pasal 54 Ayat (4)
UU ini.
Manajemen PNS pada Instansi Pusat,
menurut UU No. 5/2014 ini, dilaksanakan oleh pemerintah pusat, sementara
Manajemen PNS pada Instansi Daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Pasal
56 UU ini menegaskan, setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun
kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan
analisis beban kerja. Penyusunan kebutuhan sebagaimana dimaksud
dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu)
tahun berdasarkan prioritas kebutuhan. Berdasarkan penyusunan kebutuhan
ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PAN-RB) menetapkan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS secara
nasional.
Adapun dalam hal pengadan, ditegaskan
Pasal 58 UU No.5/2014 ini, bahwa pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk
mengisi kebutuhan Jabatan Administrasi dan/atau Jabatan Fungsional
dalam suatu Instansi Pemeirntah, yang dilakukan berdasarkan penetapan
kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri PAN-RB.
“Pengadaan
PNS sebagaimana dimaksud dilakukan melalui tahapan perencanaan,
pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa
percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS,” bunyi Pasal 58 Ayat (4) UU No.
5/2014 ini.
Disebutkan dalam UU ini, setiap
Instansi Pemerintah mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat adanya
kebutuhan jabatan untuk diisi dari calon PNS, dan setiap Warga Negara
Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS
setelah memenuhi persyaratan.
Adapun
penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS harus dilakukan melalui penilaian
secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan
lain yang dibutuhkan oleh jabatan. Penyelenggaraan seleksi sebagaimana
dimaksud terdiri dari 3 (tiga) tahap, meliputi seleksi administrasi,
seleksi kompetensi dasar, dan seleksi kompetensi bidang
“Peserta
yang lolos seleksi diangkat menjadi calon PNS, dan pengangkatan calon
PNS ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian,” bunyi
Pasal 63 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
Selain
itu UU ini menegaskan, calon PNS wajib menjalani masa percobaan, yang
dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi, untuk
membangunan integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi
nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan
bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetenti
bidang.
“Masa percobaan sebagaimana dimaksud
bagi calon PNS dilaksanakan selama 1 (satu) tahun, dan selama masa
percobaan, Instansi Pemerintah wajib memberikan pendidikan dan pelatihan
kepada calon PNS,” bunyi Pasal 64 Ayat (1,2) UU ini.
Menurut
UU No. 5/2014 ini, Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi
persyaratan: a. Lulus pendidikan dan pelatihan; dan b. Sehat jasmani dan
rohani. Calon PNS yang telah memenuhi persyaratan diangkat menjadi PNS
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, dan calon PNS yang tidak memenuhi
diberhentikan sebagai calon PNS.
Pangkat dan Jabatan
Pasal
68 UU ini menegaskan, PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu
pada Instansi Pemerintah berdasrkan perbandingan objektif antara
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan
dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh yang
bersangkutan.
PNS juga dapat diangkat dalam
jabatan tertentu pada lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan pangkat atau jabatan yang
disesuaikan dengan pangkat dan jabatan di lingkungan instansi Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Adapun
pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan kulifikasi, kompetensi,
penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah, yang dilakukan
dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas.
Sementara
promosi PNS dilakukan berdasarkan perbandingan objektif antara
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan,
penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerjasama, kreativitas, dan
pertimbangan dari tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah,
tanpa membedakan jender, suku, agama, ras, dan golongan.
“Setiap
PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang sama untuk dipromosikan ke
jenjang jabatan yang lebih tinggi, yang dilakukan oleh Pejabat pembina
Kepegawaian setelah mendapat pertimbangan tim penilai kinerja PNS pada
Instansi Pemerintah,” bunyi Pasal 72 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.
V. Mutasi, Penggajian, dan Pemberhentian
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan, setiap Pegawai Negeri Sipil
(PNS) dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi
Pusat, antar Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar Instansi
Daerah, antar Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dank e perwakilan
Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.
Mutasi
PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah dilakukan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian; antar kabupaten/kota dalam satu provinsi
ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepala Badan
Kepegawaian Negara (BKN); antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar
provinsi ditetapkan oleh Menteri PAN-RB setelah memperoleh pertimbangan
kepala BKN; mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat atau
sebaliknya ditetapkan oleh Kepala BKN; dan mutasi PNS antar Instansi
Pusat ditetapkan oleh Kepala BKN.
“Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan,” bunyi Pasal 73 Ayat (7) UU. No. 5/2014 ini.
Pasal 79 UU ini menegaskan, pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin Kesejahteraan PNS. Gaji dibayarkan sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab, dan resiko pekerjaan.
Selain
gaji, PNS juga menerima tunjangan dan fasilitas, yang meliputi
tunjangan kinerja (dibayarkan sesuai pencapaian kinerja) dan tunjangan
kemahalan (dibayarkan sesuai dengan tingkat kemahalan berdasarkan indeks
harga di daerah masing-masing).
“Ketentuan
lebih lanjut mengenai gaji, tunjangan kinerja, tunjangan kemahalan, dan
fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dan Pasal 80 diatur dengan
Peraturan Pemerintah,” bunyi Pasal 81 UU ini.
Undang-Undang
ini juga menegaskan, PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian,
kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam
melaksanakan tugasnya dapat diberikan penghargaan berupa: a. tanda
kehormatan; b. kenaikan pangkat istimewa; c. kesempatan prioritas untuk
pengembangan kompetensi; dan/atau d. kesempatan mengadiri acara resmi
dan/atau acara kenegaraan.
Adapun PNS yang
dijatuhi sanksi administrative tingkat berat berupa pemberhentian tidak
dengan hormat, dicabut haknya untuk memakai tanda kehormatan berdasarkan
undang-undang ini.
Pemberhentian
Mengenai
pemberhenti, UU ASN ini menyebutkan, bahwa PNS diberhentikan dengan
hormat karena: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri; c.
mencapai batas usia pension; d. perampingan organisasi atau kebijakan
pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau e. tidak cakap jasmani
dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
Selain
itu, PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan
karena hukuman penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan
hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang
dilakukan tidak berencana.
PNS juga dapat
diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena
melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
Adapun
PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena: a. melakukan
penyelewengan terhadap Pancasila dan UUUD 1945; b. dihukum penjara atau
kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana
umum; c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; dan d.
dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pindana yang dilakukan dengan
berencana.
Pasal 88 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
ini menyebutkan, PNS diberhenikan sementara apabila: a. diangkat
menjadi pejabat negara; b. diangkat menjadi komisioner atau anggota
lembaga non structural; atau c. ditahan karena menjadi tersangka tindak
pidana.
“Pengaktifan kembali PNS yang
diberhentikan sementara dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian,”
bunyi Pasal 88 Ayat (2) UU No. 5/2014 ini.
Adapun mengenai Batas Usia Pensiun (BUP), pasal 90 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
ini meyebutkan, yaitu: a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat
Administrasi; b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi; dan
c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Pejabat
Fungsional.
PNS yang berhenti bekerja, menurut
Pasal 91 UU ini, berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“PNS
diberikan jaminan pensiun apabila: a. meninggal dunia; b. atas
permintaan sendiri dengan usia dan masa kerja tertentu; c. mencapai
batas usia pension; d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah
yang mengakibatkan pensiun dini; atau e. tidak cakap jasmani dan/atau
rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban,” bunyi
Pasal 91 Ayat (2) UU ini.
Disebutkan dalam UU
ini, jaminan pensiun PNS dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai
perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai
penghargaan atas pengabdian PNS. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua
sebagaimana dimaksud mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang
diberikan dalam program jaminan sosial nasional.
VI. Manajemen PPPK
Jenis
jabatan yang dapat diisi oleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) diatur dengan Peraturan Presiden. Selanjutnya, setiap
Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan
PPPK berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja.
“Penyusunan
kebutuhan jumlah PPPK sebagaimana dimaksud dilakukan untuk jangka waktu
minimal 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan
prioritas kebutuhan, dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri,” bunyi
Pasal 94 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
UU
ini menegaskan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang
sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan.
Pengadaan
calon PPPK sebagaimana dimaksud, dilakukan melalui tahapan perencanaan,
pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan
pengangkatan menjadi PPPK. Adapun penerimaannya dilakukan melalui
penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan
Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam
jabatan.
“Pengangkatan calon PPPK ditetapkan
dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian, dengan masa perjanjian
kerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai
kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja,” bunyi Pasal 98 Ayat (1,2)
UU ini.
Apakah PPPK dapat menjadi Pegawai
Negeri Sipil (PNS)? UU ini menjawab, PPPK tidak dapat diangkat secara
otomatis menjadi calon PNS. Untuk diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus
mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan bagi calon PNS, dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut
UU No. 5/2014 ini, pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak
kepada PPK berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko
pekerjaan. Selain gaji, PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan
pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK, dilakukan dengan hormat
karena: a. Jangka waktu perjanjian kerja berakhir; b. Meninggal dunia;
c. Atas permintaan sendiri; d. Perampingan organisasi atau kebijakan
pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK; atau e. Tidak cakap
jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan
kewajiban sesuai perjanjian kerja yang disepakati.
Pemutusan
hubungan perjanjikan kerja PPPK dilakukan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri karena: a. Dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
tindak pidana tersebut dilakukan dengan tidak berencana; b. Melakukan
pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat; atau tidak memenuhi target
kinerja yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian kerja.
Pemutusan
hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan tidak dengan hormat karena: a.
Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UU 1945; b. Dihukum
penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan
atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan
dan/atau pidana umum; c. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai
politik; dan d. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau lebih
dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana.
Terhadap PPPK ini, menurut Pasal 106 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014,
pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa: a. Jaminan hari tua;
b. Jaminan kesehatan; c. Jaminan kecelakaan kerja; d. Jaminan kematian;
dan e. Bantuan hukum.
“Perlindungan berupa
jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan
jaminan kemarian dilaksanakan sesuai dengan sistem jaminan sosial
nasional,” bunyi Pasal 106 Ayat (2) UU tersebut.
Sementara
bantuan hukum sebagaimana dimaksud berupa pemberian bantuan hukum dalam
perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.
VII. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan,
pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian,
kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi
Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas
serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pengisian
jabatan pimpinan tinggi utama dan masdya sebagaimana dimaksud dilakukan
pada tingkat nasional,” bunyi Pasal 108 Ayat (2) UU tersebut.
Adapun
pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan
kompetitif di kalangan PNS, yang dilakukan secara terbuka dan kompetitif
pada tingkat nasional atau antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.
Menurut
UU No. 5/2014 ini, jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu
dapat berasald ari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang
pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan
dalam Keputusan Presiden.
Selain itu, jabatan
pimpinan tinggi dapat pula diisi oleh prajurit TNI dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) setelah mengundurkan diri
adari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang
ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.
Adapun
untuk jabatan pimpinan tinggi di lingkungan Instansi Pemerintah
tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri sesuai dengan
kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pengisian
jabatan pimpinan tinggi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi Instansi Pemerintah,
yang terdiri dari unsur internal maupun eksternal Instansi Pemerintah
yang bersangkutan,” bunyi Pasal 110 Ayat (1,3) UU tersebut.
Dalam
UU ini juga ditegaskan, dalam membentuk panitia seleksi pengisian
jabatan pimpinan tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian berkoordinasi
dengan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN).
Ketentuan mengenai pengisian jabatan pimpinan tinggi
ini dapat dikecualikan pada Instansi Pemerintah yang telah menerapkan
Sistem Merit dalam pembinaan pegawai ASN dengan persetujuan KASN.
“Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan
Pegawai ASN, wajib melaporkan secara berkala kepada KASN untuk
mendapatkan persetujuan baru,” bunyi Pasal 111 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 itu.
VII.a. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Pusat
Untuk
pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan/atau madya, panitia seleksi
Instansi Pemerintah memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (sayu)
lowongan jabatan. Tiga nama calon pejabat yang ter[ilih disampaikan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Selanjutnya, Pejabat Pembina
Kepegawaian mengusulkan 3 (tiga) nama calon sebagaimana dimaksud kepada
Presiden.
“Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3
(tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat
pimpinan tinggi utama dan/atau madya,” bunyi Pasal 112 Ayat (4) UU ini.
Adapun
untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi.
Selanjutnya, panitia seleksi memilih 3 (tiga) nama untuk setiap 1 (satu)
lowongan jabatan yang disanpaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian
melalui Pejabat yang Berwenang (pejabat yang memiliki kewenangan
menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai ASN).
“Pejabat
Pembina Kepegawaian lalu memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon yang
diusulkan dengan memperhatikan pertimbangan Pejabat yang Berwenang
untuk ditetapan sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama,” bunyi Pasal
113 Ayat (4) UU No. 5/2014 itu.
Untuk pengisian
jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat provinsi dilakukan oleh
Pejabat Pembina Kepegawian dengan terlebih dahulu membentuk panitia
seleksi, yang selanjutnya memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1
(satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon itu diserahkan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian untuk selanjutnya diusulkan kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Presiden akan memilih 1 (satu) nama
dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai
pejabat pimpinan tinggi madya.
Adapun pengisian jabatan pimpinan tinggi
pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih
dahulu membentuk panitia seleksi. Selanjutnya, panitia seleksi
mengusulkan 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang. Pejabat
Pembina Kepegawaian akan memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon untuk
ditetapkan dan dilantik sebagai pejabat pembina tinggi pratama.
“Khusus
untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang memimpin sekretariat daerah
kabupaten/kota sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota dikoordinasikan
dengan gubernur,” bunyi Pasal 115 Ayat (5) UU ini.
UU
ini menegaskan, Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti pejabat
pimpinan tinggi selama 2 (dua) tahun tehritung sejak pelantikan pejabat
pimpinan tinggi, kecuali pejabat pimpinan tinggi tersebut melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat
jabatan tertentu. Selain itu, penggantian pejabat pimpinan tinggi utama
dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan Presiden.
“Jabatan pimpinan tinggi
hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang
berdasarkan pencaaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan
kebutuhan instansi setelah mendapat persetujuan Pejabat Pembina
Kepegawaian dan berkoordinasi dengan KASN,” bunyi Pasal 117 Ayat (1,2)
UU No. 5/2014 itu.
VIII. Jadi Pejabat Negara
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan,
pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang
akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur,
bupati/walikota, dan wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri
secara tertulis dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak mendaftar sebagai
calon.
Adapun PNS yang diangkat menjadi Ketua,
Wakil Ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi, BPK, Komisi Yudisial. KPK;
c. Menteri dan setingkat menteri; d. Kepala Perwakilan RI di luar
negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh; dam pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang ,
menurut Pasal 123 Ayat (1) UU ini, diberhentikan sementara dari
jabatannya, dan tidak kehilangan status sebagai PNS.
“Pegawai
ASN dari PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud diaktifkan kembali sebagai PNS,” bunyi Pasal 123
Ayat (2) UU. No. 5/2014.
Adapun PNS yang
mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden;
ketua, wakil ketua, dan anggota DPR/DPRD; gubernur dan wakil gubernur;
bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan
pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai
calon.
Menurut UU ini, PNS yang tidak menjabat
lagi sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 123 Ayat (1)
dapat menduduki jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, atau
jabatan fungsional sepanjang tersedia lowongan jabatan.
“Dalam
hal tidak tersedia lowongan jabatan, dalam waktu paling lama 2 (dua)
tahun PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat,” bunyi Pasal
124 Ayat (2) UU No. 5/2014.
IX. Organisasi dan Penyelesaian Sengketa
Pegawai
ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia,
yang memiliki tujuan menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan
profesi ASN, dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.
Sementara
untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan
keputusan dalam Manajemen ASN, menurut UU No. 5/2014 ini, diperlukan
Sistem Informasi ASN, yang diselenggarakan secara nasional dan
terintegrasi antar-Instansi Pemerintah.
Sistem
Informasi ASN memuat seluruh informasi dan data pegawai ASN, yang
meliputi: a.Data riwayat hidup; b. Riwayat pendidikan formal dan non
formal; c. Riwajat jabatan dan kepangkatan; d. Riwayat penghargaan,
tanda jasa, atau tanda kehormatan; e. Riwayat pengalaman berorganisasi;
f. Riwayat gaji; g. Riwayat pendidikan dan latihab; h. Daftar penilaian
prestasi kerja; i. Surat keputusan; dan j. Kompetensi.
Menurut
UU ini, sengketa pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif,
yang terdiri dari keberatan dan banding administratif. Keberatan
diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum
dengan memuat alasan keberatan, dan tembusannya disampaikan kepada
pejabat yang berwenang mengukum; adapun banding diajukan kepada badan
pertimbangan ASN.
X. Ketentuan Peralihan
Pada Bab Peralihan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan, pada saat UU ini mulai berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan:
a. jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara dengan jabatan pimpinan tinggi utama;
b. jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;
c. jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;
d. jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator;
e. jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan
f. jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.
“Penyetaraan sampai dengan berlakunya pelaturan pelaksanaan mengenai jabatan ASN dalam UU ini,” bunyi Pasal 131 UU tersebut.
Adapun menyangkut Sistem Informasi ASN, menurut Pasal 133, paling lama tahun 2015 dilaksanakan secara nasional.
Sementara Pasal 134 menegaskan, peraturan pelaksanaan UU ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UU ini diundangkan.
Sedangkan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu diundangkan.
“Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” tegas Pasal 141 UU. NO.
5/2014 yang diundangkan pada 15 Januari 2014 itu.
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014: Aparatur Sipil Negara. Naskah Akademik RUU-nya
- See more at:
http://www.kopertis12.or.id/2014/01/23/undang-undangan-nomor-5-tahun-2014-tentang-aparatur-sipil-negara.html#sthash.cYRL8bnb.dpuf
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014: Aparatur Sipil Negara. Naskah Akademik RUU-nya
- See more at:
http://www.kopertis12.or.id/2014/01/23/undang-undangan-nomor-5-tahun-2014-tentang-aparatur-sipil-negara.html#sthash.cYRL8bnb.dpuf
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014: Aparatur Sipil Negara. Naskah Akademik RUU-nya
- See more at:
http://www.kopertis12.or.id/2014/01/23/undang-undangan-nomor-5-tahun-2014-tentang-aparatur-sipil-negara.html#sthash.cYRL8bnb.dpuf
Langganan:
Postingan (Atom)