Badan layanan umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, tujuan BLU adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip eknomi dan produktivitas dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Praktik bisnis yang sehat artinya berdasarkan kaidah manajemen yang baik mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban.
Secara umum asas badan layanan umum adalah pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya.
Asas BLU yang lainnya adalah:
  1. Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan instansi induk,
  2. BLU tidak mencari laba,
  3. Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah,
  4. Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.
Persyaratan BLU yaitu
  1. Persyaratan substantif BLU, fungsi dasar pelayanan public. Memperoleh imbalan atas seluruh/sebagian layanan berupa barang/jasa yang diberikan kepada masyarakat  (fungsi cost sharing). Harus berorientasi pada layanan publik/masyarakat. Oleh karenanya, BLU tidak mengutamakan mencari keuntungan.
  2. Persyaratan keuangan/administratif diatur oleh Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah. Persyaratan administratif termasuk keuangan di bawah ini digunakan oleh Kementerian Keuangan untuk menentukan suatu unit pemerintah dapat diberikan status Kandidat BLU atau BLU. Suatu unit dapat langsung atau secara bertahap memperoleh status BLU tergantung kesiapan dan kemampuan memenuhi persyaratan BLU.
  1. Persyaratan teknis BLU diatur oleh Kementerian/Lembaga teknis/satker perangkat daerah yang bersangkutan. Upaya pendirian sebuah BLU memperhatikan kriteria teknis yang ditentukan oleh masing-masing kementerian negara/lembaga  yang bersangkutan. Kriteria tersebut antara lain meliputi aspek jenis dan mutu layanan produk, aspek kinerja keuangan, dan aspek manfaat pelayanan bagi masyarakat.
Pilar utama dalam pelaksanaan PPK-BLU adalah mempromosikan (1) peningkatan kinerja pelayanan publik; (2) fleksibilitas pengelolaan keuangan; dan (3) tata kelola yang baik (good governance).
Karakteristik BLU terdiri dari:
(1)   Berkedudukan sebagai instansi pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan);
(2)   Menghasilkan barang dan/atau jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik;
(3)   Tidak bertujuan mencari keuntungan;
(4)   Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi
(5)   Rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi induk;
(6)   Pendapatan operasional dan sumbangan dapat digunakan langsung;
(7)   Pegawai dapat terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Non-PNS.
PPK-BLU memberikan fleksibilitas dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Tetapi sebagai pengimbang, BLU dipegang ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya. BLU wajib mengkalkulasi harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang distandarkan oleh menteri teknis pembina. Demikian pula dalam pertanggungjawabannya, BLU harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakannya dalam kaitannya dengan layanan yang telah direalisasikan.
Alasan Rumah Sakit Pemerintah Dijadikan BLU
Diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. PP tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik oleh Pemerintah, karena sebelumnya tidak ada pengaturan yang spesifik mengenai unit pemerintahan yang melakukan pelayanan kepada masyarakat yang pada saat itu bentuk dan modelnya beraneka macam.
Jenis BLU disini antara lain rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain. Rumah sakit sebagai salah satu jenis BLU merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tak sedikit keluhan selama ini diarahkan pada kualitas pelayanan rumah sakit yang dinilai masih rendah. Ini terutama rumah sakit daerah atau rumah sakit milik pemerintah. Penyebabnya sangat klasik, yaitu masalah keterbatasan dana yang dimiliki oleh rumah sakit umum daerah dan rumah sakit milik pemerintah, sehingga tidak bisa mengembangkan mutu layanannya, baik karena peralatan medis yang terbatas maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang rendah.
Perkembangan pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun operasional sangat dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu antara lain bahwa rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan biaya pelayanan kesehatan terkendali sehingga akan berujung pada kepuasan pasien.  Tuntutan lainnya adalah pengendalian biaya. Pengendalian biaya merupakan masalah yang kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, tindakan ekonomis, sumber daya manusia yang dimiliki (profesionalitas) dan yang tidak kalah penting adalah perkembangan teknologi dari rumah sakit itu sendiri. Rumah sakit pemerintah yang terdapat di tingkat pusat dan daerah tidak lepas dari pengaruh perkembangan tuntutan tersebut.
Dipandang dari segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah merupakan layanan jasa yang menyediakan untuk kalangan menengah ke bawah, sedangkan rumah sakit swasta melayani masyarakat kelas menengah ke atas. Biaya kesehatan cenderung terus meningkat,dan rumah sakit dituntut untuk secara mandiri mengatasi masalah tersebut. Peningkatan biaya kesehatan menyebabkan fenomena tersendiri bagi rumah sakit pemerintahan karena rumah sakit pemerintah memiliki segmen layanan kesehatan untuk kalangan menengah ke bawah. Akibatnya rumah sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu.
Standar Pelayanan dan Tarif  Layanan Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU / BLUD menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga /gubernur /bupati /walikota sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.
Rumah Sakit Sebagai BLU: Tinjauan Aspek Pelaporan Keuangan Dan Pertanggungjawabannya
Paket undang-undang bidang keuangan negara merupakan paket reformasi yang signifikan di bidang keuangan negara yang kita alami sejak kemerdekaan. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran, memberi landasan yang penting bagi orientasi baru tersebut di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja dalam penganggaran di lingkungan pemerintah. Instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas dalam segala aktivitasnya. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), diharapkan menjadi contoh konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja). Peluang ini secara khusus menyediakan kesempatan bagi satuan-satuan kerja pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik, untuk membedakannya dari fungsi pemerintah sebagai regulator dan penentu kebijakan.
Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan pada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Organisasi BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan Sesuai dengan PP No:23 tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan sesuai dengan
Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa organisasi BLU yang cenderung sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan akuntansi menggunakan PSAK (standar akuntansi keuangan ), bukan menggunakan PSAP (Standar akuntansi pemerintahan).
Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar akuntansi pemerintah(KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi kepemerintahan dan merupakan pedoman dalam penyususnan dan penyajian laporan keuangan. SAP dinyatakan dalam PSAP. Organisasi pemerintahan sebagai organisasi yang nirlaba semestinya menggunakan SAP bukan SAK. Oleh karena itu jika rumah sakit pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK, namun dalam PP disebutkan badan layanan umum sebagai institusi yang nirlaba menggunakan SAK. Dalam hal ini SAK yang tepat adalah PSAK no 45 yaitu standar akuntansi keuangan untuk organisasi nirlaba.
  1. Mengukur jasa atau manfaat entitas nirlaba,
  2. Pertanggungjawaban manajemen entitas rumah sakit, (disajikan dalam bentuk laporan aktivtias dan laporan arus kas)
  3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa, (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan)
  4. Mengetahui perubahan aktiva bersih, (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas)
Dengan demikian laporan keuangan rumah sakit pemerintahan akan mencakup:
  1. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan terntentu
  2. Laporan aktivitas, (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih)
  3. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivtitas operasi, aktivtais investasi dan aktivtias pendanaan
  4. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau temporer. dan perubahan klasifikasi aktiva bersih
Laporan keuangan rumah sakit diaudit oleh auditor independen Adapun Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi untuk:
1. Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;
2. Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan laporan arus kas);
3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan);
4. Mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).
Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP
Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka rumah sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggung jawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan : 1. Laporan Keuangan; dan 2. Laporan Kinerja.Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari: 1. Laporan Realisasi Anggaran dan atau Laporan Operasional; 2. Neraca; 3. Laporan Arus Kas; dan 4. Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebelum disampaikan kepada entitas pelaporan direview oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan pemeriksaan intern, review dilakukan oleh aparat pengawasan intern kementerian negara/ lembaga. Review ini dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan BLU. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.
BLU sebagai Instansi Satuan Kerja Perangkat Daerah Dipimpin oleh Pejabat Pengguna Anggaran yang berwenang/bertugas :
  1. Menyusun RKA
  2. Menyusun DPA
  3. Melaksanakan anggaran belanja satker
  4. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran
  5. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak
  6. Mengelola utang dan piutang
  7. Menggunakan barang milik Daerah
  8. Mengawasi pelaksanaan anggaran
  9. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
Rumah Sakit Sebagai Blu: Tinjauan Dari Aspek Teknis Keuangan
Rumah sakit pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Dalam pengelolaannya rumah sakit pemerintah memiliki peraturan pendukung yang terkait dengan pengelolaan keuangan yang fleksibel. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tersebut rumah sakit pemerintah telah mengalami perubahan sebagai badan layanan umum. Perubahan kelembagaan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan bukan lagi kepada departemen kesehatan tetapi kepada departemen keuangan.
Sebagaimana telah diuraikan di atas dari aspek pelaporan keuangan yang harus mengikuti standar akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan teknis keuangan pun harus diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntanbilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang disusun rumah sakit pemeritah juga harus disusun dengan berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri no 29 tahun 2002). Berdasar prinsip-prinsip tersebut, aspek teknis keuangan perlu didukung
adanya hubungan yang baik dan berkelanjutan antara rumah sakit,dengan pemerintah dan dengan para stakeholder, khususnya dalam penentuan biaya pelayana kesehatan yang mencakup unit cost, efisiensi dan kualitas pelayanan. Yang perlu dipertimbangankan lagi adalah adalah adanya audit atau pemeriksaan bukan saja dari pihak independen terhadap pelaporan keuangan tetapi juga perlu audit klinik. Dengan berubahnya kelembagaan sebagai BLU tentu saja aspek teknis sangat berhubungan erat dengan basis kinerja
Sesuai dengan syarat-syarat BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan substantif, persyaratan teknis dan persyaratan admnistratif adalah berkaitan dengan standar layanan, penentuan tarif layanan, pengelolaan keuangan,tata kelola semuanya harus berbasis kinerja. Hal-hal yang harus dipersiapkan bagi rumah sakit untuk menjadi BLU dalam aspek teknis keuangan adalah:
  1. Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian rumah sakit pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap penentuan segala macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini aspek penentuan tarif masih berbasis aggaran ataupun subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang tidak mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif rumah sakit seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan konsumen untuk membayar dan strategi yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan dapat menutup semua biaya, diluar subsidi yang diharapkan. Yang perlu diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada presentase tertentu namun berdasar pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah sakit dan aspek pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit pemerintah adalah pemerintah daerah dan DPRD.

  1. Penyusunan anggaran harus berbasis akuntansi biaya bukan hanya berbasis subsidi dari pemerintah. Dengan demikian penyusunan anggaran harus didasari dari indikator input, indikator proses dan indikator output.
  2. Menyusun laporan keuangan sesuai dengan PSAK 45 yang disusun oleh organsisasi profesi akuntan dan siap diaudit oleh Kantor Akuntan Independen bukan diaudit dari pemerintah.
  3. Sistem remunerasi yang berbasis indikator dan bersifat evidance based. Dalam penyusunan sistem remunerasi rumah sakit perlu memiliki dasar pemikiran bahwatingkatan pemberian remunerasi didasari pada tingkatan, yaitu tingkatan satu adalah basic salary yang merupakan alat jaminan safety bagi karyawan. Basic salary tidak dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit. Tingkatan dua adalah incentives yaitu sebagai alat pemberian motivasi bagi karyawan. Pemberian incentives ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumah sakit. Tingkatan yang ketiga adalah bonus sebagai alat pemberian reward kepada karyawan.Pemberian bonus ini sangat dipengaruhi oleh tingkat keuntungan rumah sakit. Implementasi aspek teknis keuangan bagi rumah sakit ini akan menjadi nilai plus dalam upayanya untuk peningkatan kualitas jasa layanan dan praktik tata kelola yang transparan. Perhitungan dan penelusuran terhadap unit cost memerlukan persyaratan sebagai berikut:
    1. Menuntut adanya dukungan dari para stakeholder,
    2. Memiliki keinginan yang kuat dari rumah sakit untuk berbenah, tanpa meninggalkan misi layanan sosial tetapi harus tetap mengunggulkan rumah sakit sebagai alat bargaining position,
    3. Kesanggupan untuk mewujudkan desakan akuntabilitas dari publik kepada rumah sakit, khususnya mengenai pola penentuan tariff,
    4. 4.  Dukungan dari seluruh tim ahli, baik ahli medis, komite medis, sistem informasi rumah sakit, akuntansi dan costing.
Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam aspek teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan kepastian biaya menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Pendapatan dan belanja BLU tetap merupakan bagian APBD dengan aset yang tidak dipisahkan. Namun lembaga ini tidak mengutamakan mencari keuntungan semata, lebih memprioritaskan pelayanan masyarakat. Selain itu, peran pemerintah daerah dalam pembiayaan juga tetap.
BLU di sini beroperasi sebagai unit kerja pemerintah daerah  bertujuan memberikan layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk bersangkutan. Sesuai dengan asas yang diamanatkan, BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.
Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang  telah menjadi BLU/ BLUD menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal rumah sakit pemerintah di daerah (RSUD) maka standar pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala daerah. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu :
  1. Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU/ BLUD;
  2. Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;
  3. Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya;
  4. Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/ BLUD; dan
  5. Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.
Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/ BLUD dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/ jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/ jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.
Tarif layanan diusulkan oleh rumah sakit kepada menteri keuangan/ menteri kesehatan/ kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/ kepala daerah dengan peraturan menteri keuangan/ peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;
2. Daya beli masyarakat;
3. Asas keadilan dan kepatutan; dan
4. Kompetisi yang sehat.
Pembiayaan Rumah Sakit BLU
Rumah sakit BLU memperoleh dana APBN untuk biaya operasional dan belanja modal. Biaya operasional biasanya digunakan untuk biaya gaji pegawai dan biaya pemeliharaan aktiva tetap. Sedangkan belanja modal adalah pengeluaran untuk pembelian tanah dan pembangunan gedung, yang dikapitalisasi di Neraca dan dicatat sebagai penambahan Aktiva Tetap. Pada saat pembuatan RBA, BLU mengajukan rencana bisnis dan anggaran ke departemen induk untuk mendapat persetujuan. Departemen induk akan memasukkan anggaran yang diminta dalam Rencana Kerja dan Anggaran (selanjutnya disebut RKA) departemen yang bersangkutan. RBA BLU dikonsolidasikan dengan RKA dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA Kementerian/Lembaga. Pendapatan dan Belanja BLU dalam RKA tahunan dikonsolidasikan dalam RKA Kementerian/Lembaga.
Surplus Anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya, kecuali atas perintah KDH, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Daerah, dengan mempertimbangakan posisi Likuiditas BLU. Defisit Anggaran BLU dapat diajukan pembiayaan dalam tahun anggaran berikutnya kepada PPKD. PPKD dapat mengajukan anggaran untuk menutupi difisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBD tahun anggaran berikutnya
Penerimaan Lembaga Dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah
Pendapatan BLU, baik penghasilan operasional maupun non-operasional, sumbangan pihak ketiga atau hibah, merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (selanjutnya disebut PNBP). Pendapatan BLU seperti diuraikan di atas telah dikonsolidasikan dalam RKA departemen atau lembaga yang membawahinya, yang kemudian akan digabungkan dalam APBN Pemerintah dan disahkan oleh DPR. Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan oleh BLU dikonsolidasikan dalam laporan keuangan. Laporan unit-unit usaha ini dapat dimasukkan dalam pendapatan operasional maupun non-operasional, misalnya pendapatan dari kerjasama operasi dengan pihak ketiga, pendapatan pengelolaan dan sewa kantin untuk pegawai atau untuk umum.
Laporan keuangan BLU disampaikan kepada kementerian/ lembaga. RKA dan Laporan Keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RKA dan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.  pendapatan dan Belanja BLU dalam RKA tahunan dikonsolidasikan dalam RKA Kementerian Negara/Lembaga. Laporan keuangan BLU dilampirkan pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga Laporan keuangan BLU digabungkan dengan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga sesuai SAP.

Keuntungan BLU Bagi Rumah Sakit
Keuntungan BLU bagi rumah sakit yaitu :
  1. Tata kelola keuangan RS lebih baik dan transparan karena menggunakan pelaporan standar akutansi keuangan yang memberi informasi tentang laporan aktivitas, laporan posisi keuangan, laporan arus kas dan catatan laporan keuangan.
  2. RS masih mendapat subsidi dari pemerintah seperti biaya gaji pegawai, biaya operasional, dan biaya investasi atau modal.
  3. pendapatan RS dapat digunakan langsung tidak disetor ke kantor kas Negara, hanya dilaporkan saja ke Departemen Keuangan.
  4. RS dapat mengembangkan pelayanannya karena tersedianya dana untuk kegiatan operasional  RS.
  5. Membantu RS meningkatkan kualitas SDM nya dengan perekrutan yang sesuai kebutuhan dan kompetensi.
  6. Adanya insentif dan honor yang bisa diberikan kepada karyawan oleh pimpinan RS.
 DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.RumahSakitSebagaiBLU.http://www.banjarnegarakab.go.id/v2/index.php/berita/pengumuman/761-rsud-banjarnegara-terapkan-ppk-blud. Diakses 26 mei 2012
Aristia.2008. AnalisiskinerjakeuanganBluRsupFatmawatiDan perlakuan perpajakannya. Fakultas ekonomi:universitas indonesia
Hendrawan,ronny.2011.Analisis penerapan psak no. 45 tentang Pelaporan keuangan organisasi nirlaba Pada rumah sakit berstatus Badan layanan umum.Fakultas Ekonomi:Universitas Diponogoro
Norpatiwi.vianey.2010. Aspek value added rumah sakit sebagai badan layanan umum
Tinarbuka,arya.2011.BLURS.http://tinarbukaaw.studentsblog.undip.ac.id/2011/07/badan-layanan-umum-blu-rumah-sakit/. Diakses 26 mei 2012
Zahendra.2010.MenjadiBLURumahSakitLebihMandiri.http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2010/12/14/11036/menjadi_blu_rumah_sakit_lebih_mandiri/#.T8AMPHo7ee0.Diakses 26 Mei 2012

sumber utama :
http://rhyerhiathy.wordpress.com/2012/12/25/rssebagaibl/

Pembayaran tunjangan kinerja kepada pegawai negeri sipil di rumah sakit yang berstatus badan layanan umum (BLU) di lingkungan Kemenkes terdapat kendala ketika ketika keluar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2013 tentang Tunjangan kinerja bagi pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Pasal 3 (f) pada peraturan tersebut berbunyi Tunjangan Kinerja tidak diberikan kepada Pegawai pada Badan Layanan Umum yang telah mendapatkan remunerasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012. Pasal tersebut mengikuti Perpres No 81 Tahun 2013 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di lingkungan Kemenkes pasal 3 (f) yang menjabarkan hal yang sama.
Dalam pelaksanaanya Kementerian Kesehatan memutuskan bahwa pegawai pada satuan kerja yang berstatus BLU di lingkungan Kemenkes tidak dibayarkan tunjangan kinerja dari kementerian (pusat) berdasarkan Perpres 81 Tahun 2013. Padahal besaran insentif yang diterima rata-rata pada RS BLU tersebut (khususnya pegawai level menengah bawah) jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang tercantum dalam lampiran Perpres tersebut.
Sedikit banyak keputusan dari Kemenkes tersebut menimbulkan ketidakpuasan yang berujung kepada aksi keprihatinan dari beberapa UPT mapun RS yang berstatus BLU. Beberapa perwakilan telah mengajukan tuntutan ke DPR, selain itu juga diperjuangkan ke kementerian terkait sesuai prosedur yang ada dengan tujuan agar dapat dibayarkan tunjangan kinerja sesuai Perpres 81/2013.
Remunerasi BLU
Persoalan yang dianggap sebagai peyebab tidak dibayarkannya tunjangan kinerja sesuai Perpres 81/2013 adalah karena Kemenkes beranggapan bahwa pegawai BLU RS/UPT Vertikal telah menerima tunjangan atas kinerja (remunerasi) sesuai dengan kemampuan BLU.
Tidak salah apabila tunjangan kinerja tidak dibayarkan namun dengan syarat sistem remunerasi telah diterapkan oleh rumah sakit BLU sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012.
Pasal 36 ayat (2) PP Nomor 23 tahun 2005 sangat jelas ditegaskan bahwa besaran remunerasi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas dan Pegawai BLU untuk masing-masing BLU harus ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Sepengetahuan penulis (koreksi bila salah), rumah sakit di lingkungan Kemenkes yang sudah mempunyai penetapan remunerasi dari Kemenkeu hanyalah RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yaitu dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 165/KMK.05/2008 tentang Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada Depetemen Kesehatan.
Dari sini sebenarnya dapat  dipahami  bahwa alasan tidak diberikannya tunjangan kinerja sesuai pasal 3 (f) unsur formilnya tidak terpenuhi, karena tidak semua RS yang berstatus Badan Layanan Umum sudah ditetapkan remunerasinya dengan peraturan Menteri Keuangan.
Penerapan remunerasi rumah sakit harus mempertimbangkan faktor-faktor diantaranya fakor kepatutan, yakni menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan (dalam hal ini pendapatan PNBP). Usulan remunerasi ke Kementerian Keuangan harus melalui prosedur atau langkah-langkah tertentu: Persiapan, Identifikasi Kondisi umum, Perhitungan, Analisa Faktor Tertentu dan Evaluasi.
Insentif
Seperti yang berlaku umum di berbagai rumah sakit, setiap bulan pegawai menerima insentif sebagai bagian dari jasa pelayanan rumah sakit. Pembagian insentif ini sesuai dengan kebijakan manajemen. Insentif  bersumber dari jasa pelayanan dan keuntungan apotik. Jasa pelayanan merupakan bagian integral dari tarif kegiatan pelayanan rumah sakit. Komponen lain dari tarif selain jasa pelayanan adalah jasa sarana.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pola Tarif Badan Layanan Umum Rumah Sakit Di Lingkungan Kementerian Kesehatan dijelaskan komponen jasa pelayanan merupakan imbalan yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yang diberikan kepada pasien dalam rangka pelayanan medis, pelayanan penunjang medis dan/atau pelayanan lainnya.
Artinya bahwa setiap tarif pelayanan yang dikenakan kepada pasien ada bagian untuk pelaksana pelayanan. Yang ditegaskan di sini, bahwa pemberian insentif tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak memberikan tunjangan kinerja, karena insentif merupakan bagian dari tarif layanan yang akan selalu ada. Persoalan bahwa insentif tersebut dibagikan atau tidak itu tergantung kebijakan manajemen.
Duplikasi Anggaran
Esensi tunjangan kinerja adalah tidak adanya duplikasi penganggaran pada kegiatan yang sifatnya sama. Dengan pemikiran seperti ini bagi pegawai pada Satker BLU memperoleh tunjangan kinerja Kemenkes tidak boleh lagi menerima bagian dari keuntungan (surplus) dari rumah sakit seperti bonus akhir tahun.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.05/2009 tentang pedoman pemberian bonus atas prestasi bagi rumah sakit Eks-Perjan yang menerapkan pengelolaan keuangan Badan layanan Umum, terdapat 13 (tiga belas) rumah sakit yang dapat memberikan bonus akhir tahun yakni : RSCM, RSUP Fatmawati, RSUP Persahabatan, RS Jantung dan Pembuluh Darah, RSAB Harapan Kita, RS Kanker Dharmais, RSUP Hasan Sadikin, RSUP Kariadi, RSUP Sardjito, RSUP Sanglah, RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar, RSUP M Djamil Padang dan RSUP Mohammad Hoesin Palembang.
Ketigabelas rumah sakit di atas berhak mendapatkan bonus dari surplus atau selisih antara pendapatan dengan belanja BLU berdasarkan ketentuan yang berlaku. Besaran persentase bonus bervariasi tergantung jumlah surplus dalam tahun berjalan. Apabila tunjangan kinerja Kemenkes diterapkan, dampaknya bonus seperti ini tidak dapat lagi diberikan.
Tindak Lanjut
Seperti dikutip dari situs lapor.ukp.go.id, menindaklanjuti laporan pengaduan tentang Tunjangan Kinerja PNS sesuai dengan Perpres 81 th 2013 dari berbagai pihak yang ditujukan kepada Bapak Presiden RI dan didisposisikan kepada Kementerian Kesehatan, Kementerian Kesehatan memberikan jawaban sebagai berikut:
1. Sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 terdapat 39 RS/UPT Vertikal yang menjadi Badan Layanan Umum (BLU) artinya RS/UPT Vertikal diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya. Diantaranya fleksibilitas pengelolaan keuangan itu adalah pegawai BLU RS/UPT Vertikal telah menerima tunjangan atas kinerja (remunerasi) sesuai dengan kemampuan BLU.
2. Pada saat ini terdapat beberapa RS dan Balai/UPT BLU di lingkungan Ditjen Bina Upaya Kesehatan menuntut agar diberikan Tunjangan Kinerja Kementerian/Lembaga (K/L) karena tunjangan yang diterima pegawai PNS RS/Balai dari pendapatan BLU lebih rendah dari tunjangan kinerja K/L.
3. Kementerian Kesehatan tidak melakukan pembayaran Tunjangan Kinerja K/L kepada pegawai PNS Satker BLU karena untuk menghindari duplikasi penganggaran.
4. Saat ini Kementerian Kesehatan sedang menghitung ulang selisih tunjangan yang diterima PNS RS/UPT BLU dibandingkan dengan besar tunjangan kinerja K/L dan selanjutnya diusulkan selisih pembayaran ke Kementerian Keuangan.
Penutup
Berkaitan dengan paparan di atas, berikut rangkuman poin-poin utamanya:
  1. Dasar pelaksanaan remunerasi satker Badan Layanan Umum adalah adanya penetapan dari Kementerian Keuangan adalah adanya surat keputusan atau peraturan menteri keuangan mengenai remunerasi pada satker bersangkutan. Selama belum ada penetapan dari Kemenkeu dianggap tidak bertentangan dengan pasal 3 ayat f Perpres No 81 Tahun 2013 maupun Peraturan Kemenkes Nomor 83 Tahun 2013.
  2. Perlu analisa lebih lanjut apakah insentif yang diterima pegawai selama ini terdapat komponen dari surplus operasional  rumah sakit. Jika tunjangan kinerja Kemenkes dibayarkan maka pegawai tidak berhak lagi menerima insentif dari komponen keuntungan rumah sakit.
  3. Insentif yang berkaitan dengan jasa pelayanan yang merupakan bagian dari tarif pelayanan bisa tetap diberikan atau dihentikan pembayarannya tergantung kebijakan manajeman, namun hal tersebut bukan sebagai alasan untuk tidak memberikan tunjangan kinerja.
*tulisan di atas merupakan pendapat pribadi penulis

sumber : 
http://setagu.net/remunerasi-rumah-sakit-blu-kemenkes/

Bagaimana langkah membangun rumah sakit?

Seperti pada unit-unit bisnis yang lain, pembangunan rumah sakit harus melelui proses feasibility study (FS). Sesuai dengan kompleksitas rumah sait, maka feasibility study yang dibuat mutlak dipersiapkan dengan teliti, dan benar-benar dilakukan pengkajian yang mendalam dari semua segi. Dalam FS ini harus sudah menggambarkan konsep, visi misi dan tujuan rumah sakit, termasuk didalamnya harus memuat dan memberikan statement yang jujur (obyektif) mengenai layak dan tidaknya rumah sakit tersebut dibangun, memuat besarnya dan yang diperlukan untuk kepentingan pembangunan rumah sakit tersebut dan bebas dari unsure kepentingan konsultan pembuat FS.
Perkembangan teknologi (IT) dan peralatan rumah sakit saat ini, menambah kompeksitas pembangunan rumah sakit, dari sisi fasilitas fisisknya saja harus direncanakan dengan design planning secara detail, tidak bisa hanya mengadopsi design planning satu dua rumah sakit. Tetapi harus diplanning dari awal secara integral, utamanya flow of work, pada semua bagian rumah sakit, termsauk jenis material, bentuk bangunan, dan detail ruangannya (dimensi ruang, lebar koridor, arah buka pintu, jumlah jendela, jenis AC dll).

Bila FS menyatakan layak dan design sudah dibuat, konsultan (PT.MEDVA) akan membantu memberikan assessment, dan hasil assessment ini dapat dijadikan alat untuk mengontrol jalannya pembangunan. PT.MEDVA sebagai konsultan professional dibidang ini emberikan jaminan proses pemabgunan rumah sakit akan dapat berjalan dengan baik dan sesuai rencana. Disamping itu jika diperluakn sampai pada proses operasionalisasi rumah sakit, kami memeiliki SDM yang cukup untuk mendampingi owner rumah sakit.

Berapa biaya konsultan pembanguan rumah sakit bila menggunkan jasa PT.MEDVA?
Biaya kami sangat competitive dan negotiable menyesuaikan budgeting yang telah dialokasikan untuk konsultan (biasanya kita dapat menjalankan pada porsi 80% dari pagu yang telah ditentukan).

Berapa besar dana yang dibutuhkan untuk membanngun sebuah rumah sakit dengan kapasitas 200 beds?
Pada dasarnya mudah saja menghitung perkiraan biaya pendirian rumah sakit, tetapi tingkat akurasinya dibawah 90% karena factor relativitas perkiraan biaya ini sangat tinggi, kecuali sudah dilakukan FS yang lengkap, tersedia gambar dan sudah ditentukan spesifikasi peralatannya. Namun untuk memudahkan perkiraan biayanya dapat kita klasifikasikan sebagai berikut: perkiraan biaya untuk rumah sakit tingkat menengah (dari segi kualitas peralalatan dan bangunan) dibutuhkan dana sedikitnya 150 M, dengan asumsi fasilitas dasar rumah sakit terpenuhi, tersedia radiologi (ct scan, mri, fluoroscopy, usg, panoramic, echocardiography) laboratorium semi lengkap, dan unit-unit lain, hingga rumah sakit tersebut dapat beroperasi tentu saja diluar harga tanah (lokasi).

Bagaimana mengawali diskusi pembangunan rumah sakit dengan
PT.MEDVA?
Kami sangat mudah untuk dihubungi, selain melalui web ini kita dapat melakukan perjanjian untuk melakukan diskusi, tempat kami sangat fleksibel, menyesuaikan kebutuhan klien dan untuk diskusi awal sepanjang dilakukan di wilayah Yogyakarta, kami akan dengan senang hati mendatangi klien. Dan untuk hubungan melalui telephone selain yang disebutkan di web ini klien kami dapat menghubungi kami di 08175453664 atau di menu contact

Langkah apa yang harus dilakukan klien jika sudah memiliki planning untuk membangun rumah sakit?
Pertama, melakukan kontak dengan pemerintahan setempat untuk diskusi masalah perijinan prinsip pembanguan rumah sakit, jika pemerintah setempat (kabupaten maupun propinsi) tidak menyetujui pendirian rumah sakit yang bersangkutan, dengan alasan yang jelas maka sebagai owner harus berpikir realistis untuk tidak meneruskan planning tersebut. Bila ijin prinsip telah diperoleh maka proses-proses dan tahapan untuk mewujudkan perencanaan pembangunan rumah sakit tersebut dapat diteruskan.

Tepatnya PT.MEDVA memberikan jasa konsultan dibidang rumah sakit bagian apa?
PT.MEDVA memberikan jasa konsultan bidang rumah sakit secara keseluruhan; antara lain Pembuatan feasibility study, design planning, pengawasan proyek, pembuatan spesifikasi peralatan, pengawasan: renovasi dan pengembangan, serta bidang SDM (recruitment dan training)

Sudah berapa proyek yang ditangani PT.MEDVA?
Beberapa proyek yang pernah ditangani PT.MEDVA dapat dilihat di menu Experience.

Menurut PT.MEDVA dalam pembangunan rumah sakit, mana factor yang terpenting untuk dititik beratkan?
Dalam pembangunan rumah sakit, semua factor menjadi penting, tidak ada hal yang harus di prioirtaskan atau tidak diprioritaskan, sebaiknya proses harus berjalan seiring sejalan sesuia tahapannya dan harus selesai bersamaan, supaya dalan pelaksanaan opersaionalisai rumah sakit tidak terjadi gangguan yang tidak diharapakan.

Dalam pembangunan unit radiologi, apakah kita harus melibatkan bapeten dari awal?

Sejauh spesifikasi peralatan dan detail bangunan (ruang) telah dilakukan dengan benar, maka tidak perlu melibatkan Bapeten dari awal, yang penting dalam proses perijinan ke Bapeten semua dokumen harus mengacu pada dokumen akte pendirian rumah sakit.

Apakah IPAL harus dibuat dengan metode moderen?
Sejauh dana pembuatan dan operasionalisasinya mencukupi, hal tersebut lebih disarankan, namun pertimbangan lokasi rumah sakit juga menjadi penentu, apabila lokasi rumah sakit di perkotaan dan pada lingkungan padat penduduk maka sebaiknya jangan menggunakan sistim konvensional, karena pasti akan terjadi polusi udara (berbau).

Apakah PT.MEDVA dapat mengikuti tender sebagai konsultan pada rumah sakit pemerintah?
Pada prinsipnya kami dapat mengikuti tender pada setiap rumah sakit siapa=pun pemiliknya. Prinsip dasar kami adalah memberikan jasa konsultan dengan biaya yang wajar dan hasil output yang maksimal.

Apakah
PT.MEDVA bersedia memberikan advice untuk pengembangan rumah sakit?
PT.MEDVA memiliki team ahli sesuai bidangnya, kami dapat memberikan saran disemua bidang dalam urusan rumah sakit, sampai kepada sisi pengelolaan keuangan, IT, pengembangan SDM, system logistic yang efektif dan lain sebagainya.

Bagaimana agar program maintenance perlatan rumah sakit dapat berjalan efektif?
Klemahan pada banyak rumah sakit adalah bagimana mereka me-maintenance perlatan medis maupun non medisnya. Cara yang paling sederhana adalah perkuat system management dan teknis pada unit (biasanya di rumah sakit memakai istilah IPSRS) dari unit inilah maintenance akan dapat berjalan dengan efektif. Program maintenance haru dibuat jadual yang pelaksanaannya harus dievaluasi harian oleh pimpinan unit. Dan dari unit-unit yang terkait harus mendukung, apabila jadual yang telah dibuat tidak di laksanakan wajib meberikan laporan pada unit maintenance.
Mainetnance tidak terlepas dari kebijakan top level management, harus ada perhatian khusus mengenai budged, workshop, peralatan dan staff khusus yang terampil dibidang perlatan medis dan mekanik untuk peraltan non medis.
Pengelompokan jadual maintenance juga mempengaruhi efektifitas kegiatnnya, pengelompokan tersebut adalah: daily, weekly, monthly, quarterly, dan annually maintenance. Apabila kegiatan maintenance dilaksanakan sesua pengelompokan jadual tersebut maka efektifitas maintenance akan tercapai.

sumber :
http://www.konsultanrumahsakit.com/home/index.php?page=detail&cat=2&id=140